Senin, 14 April 2014

PASKAH DAN PERTOBATAN: SUATU TITIK BALIK MENUJU KEMERDEKAAN YANG MEMBEBASKAN



PASKAH DAN PERTOBATAN: SUATU TITIK BALIK MENUJU
KEMERDEKAAN YANG MEMBEBASKAN



Paskah dan pertobatan merupakan dua term yang sering kita jumpai dalam perjalanan iman kristiani di dalam gereja Katolik. Sebagai bangsa yang bermayoritaskan agama Katolik, sudah tentu istilah paskah dan pertobatan ini sudah menjadi bagian dari realitas hidup iman kaum beriman di bumi Lorosa’e ini. Sebagai orang yang beriman Katolik, Yesus Kristus menjadi sentral dalam hidup keberimanannya, baik sebagai makhluk sosial (Ens Sosiale) maupun sebagai makhluk religius (Homo Religius). Dalam tataran ini, ungkapan konkrit dari keberimanan seseorang dikonkritisasikan melalui pengalaman hidupnya, baik itu melalui karya-karyanya sebagai seorang warga negara, maupun sebagai orang yang beriman. Meskipun agama Katolik disebut sebagai agama kolonialisme tetapi seiring dengan perjalanan waktu bahwa kekatolikan itu telah menjiwai rentetan peziarahan bangsa ini menuju kemerdekaannya. Perjuangan dan kemerdekaan Bumi Lorosa’e tidak bisa dilepaspisahkan dari keterlibatan Gereja Katolik. Meskipun secara eksplisit bangsa Timor Leste tidak menyebut diri sebagai bangsa yang berlandaskan pada prinsip-prinsip agama, tetapi juga bukan berarti bangsa Timor Leste sebagai bangsa yang dalam arti penuh menganut tatanan sekularisasi. Dalam arti bahwa, bangsa ini sebagai bangsa religius juga bangsa sekular.

Sekilas Pengenalan Tradisi
Paskah sudah dikenal sejak zaman Perjanjian Lama. Dalam tradisi Perjanjian Lama, paskah pertama kali dirayakan sebagai pengingatan atas karya ajaib Yahweh (Allah) yang memerdekakan umat Yahudi dari belenggu perbudakan oleh bangsa Mesir. Jelas ini bukan sekadar wacana yang bernada rohani belaka. Ini adalah sebuah berita politik, bahkan sebuah “perayaan politik” bahwa dibalik kemustahilan yang amat panjang dalam perjalanan hidup sebuah bangsa, ada secercah sinar harapan, yaitu perayaan Paskah; ungkapan syukur atas lawatan Yahweh pada umat Israel. Begitu pun pada zaman Yesus merupakan zaman yang secara politik sangat carut marut dan sulit. Lagi-lagi Palestina ada di bawah penjajahan.  Saat itu Romawi menjajah Palestina dan menetapkan status imperial provinces; sebuah status yang diberikan untuk propinsi yang dianggap pembangkang dan mudah memberontak kepada Kaisar. Yesus pun lahir dan besar dalam situasi polemik politik yang sangat kacau antara perjuangan mengusir kaum penjajah (bangsa Romawi) dan persaingan antara para pemuka agama yang bertindak sewenang-wenangnya atas nama mereka dan kelompok sendiri.

Pergumulan umat Yahudi melawan pemberontakan Romawi saat itu memiliki satu motivasi yang sama: No King, but YHWH!” Mereka berjuang demi kemerdekaan dari penjajahan dan ditegakkannya Kerajaan Allah, namun sayangnya seiring perjalanan waktu tujuan yang kelihatan mulia ini mengalami kemandegkan, mulai tumbuh motivasi yang haus akan kekuasaan dan yang akhirnya melegalkan berbagai intrik dan perselingkuhan politik tingkat tinggi.  Ajaran Kitab Suci tentang Kerajaan Allah pun diperkosa, dipelintir dan dianggap sama dengan memiliki kerajaan dunia.  Tidak heran mereka suka menggunakan cara “tangan besi” (bdk. Mrk. 10:42) dan kudeta berdarah untuk mendirikan Kerajaan Allah versi manusia. Dalam carut-marut politik inilah Yesus yang setia melakukan kehendak Bapa-Nya tanpa sedikit pun tergiur dengan godaan untuk menjadi relevan, populer, dan merengkuh pengaruh dan kekuasaan, akhirnya Yesus pun menjadi tumbal dari kompromi politik yang busuk antara Pilatus, Herodes dan para pemimpin agama Yahudi.

Dengan membunuh Yesus, Sang Mesias-utusan Allah yang terjanji, mereka yang hidupnya korup dan manipulatif ini menganggap kekuasaan mereka akan langgeng dan tidak akan mungkin terinterupsi lagi. Namun, kebangkitan Yesus membalikkan semua prediksi itu. Kebangkitan-Nya menjadi tanda awal dan penting bahwa Allah menghancurkan kematian sebagai senjata pamungkas kejahatan, seperti yang dikatakan  Tom Wright dengan sangat indah: “Death is the final weapon of the tyrant, or, for that matter for the anarchist, and resurrection indicates that this weapon doesn’t have the last word.” Kebangkitan juga menjadi tanda penting bahwa Allah sedang berurusan dan menantang semua kekuatan dan kuasa dunia ini yang merasa lebih tahu untuk membarui dunia ciptaan-Nya ini. Kebangkitan Yesus bukan hanya berita rohani samata, tetapi juga sekaligus  tindakan  politis Allah yang memberitakan pengharapan dan pembebasan kepada yang tertindas, kaum marginal, yang tersisihkan dan terdepak dari realitas sosial, sekaligus menantang semua bentuk penjajahan yang dilakukan orang-orang yang merasa berhak menguasai dan mengatur manusia kepunyaan Allah. Bahwa Allah yang kaya dan mahakuasa mengambil diri dalam bentuk manusia yang miskin dan papa. Allah mau menjadi model keterlibatan dan keberpihakkan terhadap mereka yang tersisihkan dan terdepak dari realitas sosial.

Perayaan Paskah: Suatu Perayaan Keselamatan Sekaligus Politik?
Perayaan Paskah Yesus Kristus adalah suatu peristiwa yang bersifat teologis sekaligus politis. Karena itu Paskah berarti tindakan politis Allah dalam sejarah umat manusia. Melalui peristiwa Paskah inilah Allah menerobos belenggu-belenggu perbudakan dan kematian sosial seperti nyata dalam sistem dan struktur sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama  yang tidak adil sehingga meng-dehumanisasi-kan manusia. Sebuah sistem yang membelenggu dan memasung kemerdekaan manusia dari kekejaman sesamanya yang menyebut diri kaum berkuasa. Dalam proses dehumanisasi itulah manusia kehilangan harkat dan martabatnya sebagai gambaran Allah yang hidup (imago Dei; bdk. Kej. 1:26-27). Dalam tataran ini mau menunjukkan bahwa manusia tidak dapat diperlakukan hanya sebagai alat untuk kepentingan ekonomi, politik budaya dan agama kaum penguasa. Allah yang menciptakan manusia seturut citra-Nya itu tidak membiarkan manusia menjadi serigala terhadap sesama manusia yang lain. Karena itu, Allah lantas mengambil insiatif dengan menerobos masuk ke dalam sejarah manusia yang sedang dikendalikan oleh kuasa-kuasa dehumanisasi seperti sistem ekonomi, politik budaya dan agama yang tidak adil dan eksploitatif. Melalui Paskah, Allah membongkar  kedok kekuasaan yang hanya memperalat rakyat demi kepentingan politik kaum penguasa.  

Paskah menjadi berita yang membangkitkan kesadaran-kritis dan harga diri mereka yang miskin dan dimarginalisasai oleh kekuatan –kekuasaan yang bersifat menindas dan eksploitatif. Berita Paskah Kristus adalah berita yang memberdayakan dengan jalan menumbuhkan kesadaran kritis untuk menyadari sistem ekonomi dan politik yang menindas  dan eksploitatif yang menyembunyikan diri dalam bentuk kesalehan iman ritualistik dan kesopanan-kultural-formalistik. Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus adalah tindakan politis pemberdayaan Allah, yaitu Allah mengorientasikan siapapun yang menghayati tindakan politis pemberdayaan-Nya itu  ke masa depan, ke Kerajaan-Nya yang akan digenapkan pada akhir zaman dengan jalan mulai menikmati secara antisipatif tanda-tanda Kerajaan-Nya yang eskatologis itu dalam kehidupan sehari-hari, di dunia ini. Maka dari itu, seharusnya keyakinan teologis-politis ini dapat menjadi inspirasi pemberdayaan bagi rakyat miskin  dan kaum tertindas di bumi Matahari Terbit ini. Dan Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus adalah manifestasi politik pemberdayaan Allah! Yaitu: politik yang membebaskan dan bukan politik yang memperdaya serta mengeksploitasi manusia demi kepentingan segelintir orang di atas penderitaan orang lain.

Paskah Adalah Manifestasi Allah Yang Membebaskan
Peristiwa penyelamatan Allah berpuncak pada Allah yang berinkarnasi: Allah yang mengambil rupa dalam wujud manusia. Allah yang terlibat dan hadir secara langsung dalam realitas konkrit manusia. Manifestasi Allah ini merupakan intervensi Allah atas manusia karena kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kehadiran Yesus dalam realitas dunia merupakan suatu bentuk keterlibatan yang membebaskan. Keberpihakkan Allah dengan mereka yang tersisihkan, kaum marginal dan kaum miskin merupakan suatu keterlibatan dalam realitas politik praksis. Manifestasi politik Yesus harus dipahami dalam kacamata spiritual, bahwa Allah terlibat dengan mereka yang terlupakan, kaum pinggiran yang suara mereka terkadang tidak didengarkan oleh para penguasa dunia. Proses terlibatnya Allah dalam realitas hidup manusia harus dipahami sebagai suatu keberpihakan yang membebaskan. Kehadiran Yesus sebagai Raja tidak harus dipahami secara lahiriah jasmaniah semata, tetapi inkarnasi Allah menjadi manusia harus dilihat dalam perspektif iman, bahwa Allah mau terlibat dan mengaspirasikan suara kaum tertindas serta mengguncang keamaman politik kaum elitis yang merasa nyaman dalam momok keegoisan dan ketamakkan mereka.

Untuk menelisik secara lebih dalam bentuk politik praksis Yesus, kita harus memahami dalam konteks Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus sendiri. Yesus tidak mengajarkan negara dalam arti sekuler, tetapi mengajarkan model kerajaan Allah secara rohaniah. Konsep kerajaan Allah yang diwartakan Yesus adalah bahwa, di depan Allah semua manusia adalah sederajat dan sehakekat. Karena manusia merupakan gambaran Allah yang menyata (imago Dei), sehingga pelecehan atas martabat manusia merupakan suatu pengaburan wajah Allah yang hadir dalam rupa manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa, realitas politik yang sedang hingar-bingar di bumi Matahari Terbit ini masih jauh dari cita-cita perjuangan menuju kesejahteraan masyarakat. Perhelatan politik masih berdampak pada sekelompok orang tertentu saja, politik yang dijalankan seakan-akan demi kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok sepihak semata. Idealisme dari politik kesejahteraan universal masih jauh dari perealisasiannya. Masyarakat hanya mengunyah kehampaan dari wacana-wacana yang dijanjikan oleh kaum elitis maupun para politisi bangsa ini.

Maka, kehadiran Yesus sebagai sang mesias bukan hanya berperan sebagai sang pembebas, tetapi sekaligus juga sebagai pembawa kebenaran sejati. Sebab Ia mengajarkan apa yang benar dan sedianya diidealkan oleh banyak orang. Ia mewartakan kabar keselamatan yang tidak hanya menyelamatkan manusia dari dosa dan kegelapan maut tetapi juga membebaskan manusia dari keterbelengguan manusia dari kaum penindas dan penguasa yang bertindak dengan tangan besi. Meskipun ada pemisahan yang jelas antara Kerajaan Allah dan kerajaan kaum penguasa duniawi, tetapi keduanya secara esensial adalah saling melengapi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam arti bahwa, Yesus menghendaki agar penghormatan terhadap dua sistem pemerintahan itu penting, keduanya harus saling mengasalkan agar tercapainya kesejahteraan masyarakat sekaligus juga terciptanya tatanan hidup moral yang baik dari warga masyarakat sebagai kaum beriman yang hidup dalam suatu tatanan negara. Kesesuaian antara iman dan praksis hendaknya berjalan beriringan, iman harus diungkapkan dalam perbuatan konkrit manusia. Sebagai negara yang bermayoritaskan Katolik, hendaknya perhelatan politik para elitis yang notabene beriman Katolik diharuskan untuk mengikuti politik Yesus, yaitu politik keberpihakkan terhadap kaum miskin, berpihak kepada mereka yang tersisihkan dari kehidupan sosial masyarakat yang dikarenakan keangkuhan dan ketamakkan dari segelintir orang yang hidup foya-foya di atas penderitaan orang lain.

Keterlibatan Allah dalam realitas hidup manusia bukan hanya semata-mata untuk menghadirkan Allah yang jauh ke tengah-tengah dunia, tetapi keterlibatan Allah merupakan suatu keberpihakkan yang mau menyadarkan orang akan eksistensi hidupnya sebagai makhluk sosial maupun makhluk beragama. Keterlibatan Allah dalam kehidupan manusia bukan hanya demi kehidupan spiritual saja, tetapi lebih pada realitas konkrit manusia; yaitu tindakan konkret Allah yang berusaha untuk mengubah dan memperbaiki manusia dengan jalan mengubah kondisi badaniah manusia: mengubah kondisi sosial, ekonomi, dan politik manusia. Kita dipanggil untuk kritis dan berani menggugat ketidakadilan dan kejahatan sebagaimana teladan yang telah ditunjukkan oleh Yesus Kristus. Kekritisan dan keberanian Yesus itu berakar dalam iman-Nya kepada Allah, hingga Ia tak pernah mendewakan atau mengkeramatkan penguasa, ideologi serta struktur sosial manapun, melainkan senantiasa berani menggugat apapun juga atas nama Suara Allah yang berkumandang dari balik penderitaan manusia. Seperti para nabi Perjanjian Lama, kapribadian Yesus pun sangat kuat ditandai oleh “a sensitivity to evil and suffering “ hingga Ia pun berani memperjuangkan nasib para korban melawan kebutaan, kedegilan hati, dan ketegaran hati para pemimpin dan penguasa.

Sepanjang hidup-Nya dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus selalu menuntut pertobatan (metanoia): suatu perubahan dari manusia lama menuju manusia baru. Suatu pengtransformasian diri menjadi manusia yang memperjuangkan kebenaran sejati anak-anak Allah. Metanoia disini harus dipahami sebagai suatu perubahan dari kedosaan manusia menuju pertobatan batin, pembalikan diri menuju manusia yang bebas dari kungkungan dosa dan kejahatan. Melalui metanoia manusia dilahirkan menjadi anak-anak Terang, Anak-anak Allah yang selalu membawa Terang dan pengharapan bagi kaum tertindas dan yang tersisihkan. Klimaks perjalanan metanoia diri adalah Paskah yang memberikan kehidupan baru yang ditandai dengan kebangkitan bersama Yesus Kristus. Jika dikaitkan dengan realitas berpolitik, bangsa Lorosa’e ini membutuhkan pertobatan politik. Pertobatan politik yang ditandai dengan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembaharuan dalam penataan sistem pemerintahan dan perpolitikan itu sendiri. Pertobatan diri hendaknya dimulai dari para elitis dan politisi bangsa ini yang masih memperjuangkan kepenting diri sendiri atau kelompok tertentu, bahwa tugas dan dedikasinya adalah demi kesejahteraan bersama seluruh masyarakat Timor Leste, sehingga tidak ada alasan pengabdian dan pelayanan seolah-olah hanya demi kepentingan persona dan kelompok-kelompok tertentu saja.

Paskah Adalah Suatu Keberpihakkan Allah
Dalam perspektif kepercayaan iman kristiani, wafat dan kebangkitan Kristus tidak hanya sekadar mengenang romantisme hidup religius dan historisitas Yesus 2.000 tahun silam. Esensi Paskah yang identik dengan salib adalah perjuangan untuk mengusahakan kesejahteraan umum. Politik hendaknya tidak mengeksploitasi manusia serta menjadikan manusia yang lain sebagai sarana semata. Oleh karena itu, dedikasi secara total dalam pengabdian sangat dibutuhkan oleh kita karena ini adalah bagian dari memanggul salib Kristus. Jika orang masih mementingkan diri sendiri, berarti dia belum berani memanggul salib. Dia cenderung berani mengambil jalan pintas dengan cara mengorbankan orang lain. Perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah contohnya. Kiranya inilah saat yang tepat bagi umat kristiani untuk mewujudkan perubahan itu di dalam sikap pertobatan, yaitu pembalikan atau perubahan secara menyeluruh dari perilaku lama, menuju ke sikap hidup yang baru sehingga sungguh-sungguh terjadi perubahan, bukan saja di dalam diri sendiri melainkan juga di dalam masyarakat. Suatu perubahan menuju keberpihakkan akan sesama yang lain, keberpihakkan yang tidak mengeksploitasi harkat dan martabat manusia, yaitu keberpihakkan yang membebaskan kaum tertindas, kaum miskin dan yang tersisihkan dari realitas sosial dan ketakberdayaannya.

Paskah merupakan saat-saat indah dalam kehidupan iman Kristiani, yakni Kristus menampakkan kemuliaan. Semangat melayani yang menjadi bagian dari rangkaian pesan Yesus menjelang kematian merupakan bukti bahwa membasmi ketidakadilan dan kemiskinan di dunia ini perlu dilakukan dalam semangat melayani dan rendah hati dalam menjalankan peran masing-masing manusia. Realitas perpolitikan bangsa Timor Leste dewasa ini menunjukkan bahwa, partisipasi politik masyarakat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya mewujudkan demokrasi dan kesejahteraan ekonomi dalam masyarakat setidaknya membutuhkan legitimasi dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan. Berita kebangkitan bukan hanya berita rohani.  Berita kebangkitan Kristus adalah berita politik yang memberitakan pembebasan kepada yang tertindas dan terjajah, sekaligus menantang semua bentuk penjajahan yang dilakukan orang-orang yang merasa berhak menguasai dan mengatur manusia kepunyaan Allah.

Pada akhirnya berita kebangkitan adalah berita kontroversial yang menantang setiap orang yang percaya kepada-Nya untuk berani bertindak dan berani bersikap. Berita Paskah Kristus yang menggemakan bahwa ada pengharapan akan pembebasan Allah untuk dunia ini. Melalui Paskah semua warga, termasuk elitis dan politisi bangsa ini diundang untuk mengalami metanoia diri; perubahan menuju pertobatan diri dalam dedikasi dan pelayanan yang tulus serta berpijak para prinsip kebenaran dan keadilan, sebagaimana yang diwartakan Yesus, bahwa menjadi pemimpin adalah suatu panggilan pelayanan dan keberpihakkan kepada masyarakat demi tercapainya cita-cita Bonum Commune dan Summum Bonum. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi, maka sudah saatnya Negara yang dijuluki Negeri Matahari Terbit ini menanggalkan manusia lamanya, dengan berani dan bersedia untuk bertobat dan beralih dari kedosaannya. Paskah Kristus adalah sebuah paskah keberpihakkan, suatu perayaan politis yang mendobrak kemomokan dan kebobrokan hidup yang mapan dan aman untuk beralih dan terlibat dalam realitas kaum kecil, kaum yang tersisihkan dan mereka yang terdepak dari realitas sosial masyarakat di tanah air tercinta ini. Harapan Paskah ialah semoga kita diubah dan mau untuk berubah dalam memperjuangkan kebenaran serta menegakkan keadilan demi kesejahteraan warga masyarakat Timor Leste.



---oo0oo---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar