PASKAH DAN PERTOBATAN: SUATU TITIK BALIK
MENUJU
KEMERDEKAAN YANG MEMBEBASKAN
Paskah dan pertobatan
merupakan dua term yang sering kita jumpai dalam perjalanan iman kristiani di
dalam gereja Katolik. Sebagai bangsa yang bermayoritaskan agama Katolik, sudah
tentu istilah paskah dan pertobatan ini sudah menjadi bagian dari realitas
hidup iman kaum beriman di bumi Lorosa’e ini. Sebagai orang yang beriman Katolik,
Yesus Kristus menjadi sentral dalam hidup keberimanannya, baik sebagai makhluk
sosial (Ens Sosiale) maupun sebagai makhluk religius (Homo Religius).
Dalam tataran ini, ungkapan konkrit dari keberimanan seseorang
dikonkritisasikan melalui pengalaman hidupnya, baik itu melalui karya-karyanya
sebagai seorang warga negara, maupun sebagai orang yang beriman. Meskipun agama
Katolik disebut sebagai agama kolonialisme tetapi seiring dengan perjalanan
waktu bahwa kekatolikan itu telah menjiwai rentetan peziarahan bangsa ini
menuju kemerdekaannya. Perjuangan dan kemerdekaan Bumi Lorosa’e tidak bisa
dilepaspisahkan dari keterlibatan Gereja Katolik. Meskipun secara eksplisit
bangsa Timor Leste tidak menyebut diri sebagai bangsa yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip agama, tetapi juga bukan berarti bangsa Timor Leste sebagai
bangsa yang dalam arti penuh menganut tatanan sekularisasi. Dalam arti bahwa,
bangsa ini sebagai bangsa religius juga bangsa sekular.
Sekilas Pengenalan Tradisi
Paskah sudah dikenal sejak
zaman Perjanjian Lama. Dalam tradisi Perjanjian Lama, paskah pertama kali
dirayakan sebagai pengingatan atas karya ajaib Yahweh (Allah) yang memerdekakan
umat Yahudi dari belenggu perbudakan oleh bangsa Mesir. Jelas ini bukan sekadar
wacana yang bernada rohani belaka. Ini adalah sebuah berita politik, bahkan
sebuah “perayaan politik” bahwa dibalik kemustahilan yang amat panjang dalam
perjalanan hidup sebuah bangsa, ada secercah sinar harapan, yaitu perayaan
Paskah; ungkapan syukur atas lawatan Yahweh pada umat Israel. Begitu pun pada zaman
Yesus merupakan zaman yang secara politik sangat carut marut dan sulit.
Lagi-lagi Palestina ada di bawah penjajahan. Saat itu Romawi menjajah Palestina dan
menetapkan status imperial
provinces; sebuah status yang diberikan untuk propinsi yang
dianggap pembangkang dan mudah memberontak kepada Kaisar. Yesus pun lahir dan besar dalam situasi polemik
politik yang sangat kacau antara perjuangan mengusir kaum penjajah (bangsa
Romawi) dan persaingan antara para pemuka agama yang bertindak
sewenang-wenangnya atas nama mereka dan kelompok sendiri.
Pergumulan umat Yahudi melawan pemberontakan
Romawi saat itu memiliki satu motivasi yang sama: No King, but YHWH!” Mereka berjuang
demi kemerdekaan dari penjajahan dan ditegakkannya Kerajaan Allah, namun
sayangnya seiring perjalanan waktu tujuan yang kelihatan mulia ini mengalami
kemandegkan, mulai tumbuh motivasi yang haus akan kekuasaan dan yang akhirnya
melegalkan berbagai intrik dan perselingkuhan politik tingkat tinggi. Ajaran Kitab Suci tentang Kerajaan
Allah pun diperkosa, dipelintir dan dianggap sama dengan memiliki kerajaan
dunia. Tidak heran mereka
suka menggunakan cara “tangan besi” (bdk. Mrk. 10:42) dan kudeta berdarah untuk
mendirikan Kerajaan Allah versi manusia. Dalam carut-marut politik inilah Yesus yang setia
melakukan kehendak Bapa-Nya tanpa sedikit pun tergiur dengan godaan untuk
menjadi relevan, populer, dan merengkuh pengaruh dan kekuasaan, akhirnya Yesus
pun menjadi tumbal dari kompromi politik
yang busuk antara Pilatus, Herodes dan para
pemimpin agama Yahudi.
Dengan membunuh Yesus, Sang
Mesias-utusan Allah yang terjanji, mereka yang hidupnya korup dan manipulatif
ini menganggap kekuasaan mereka akan langgeng dan tidak akan mungkin
terinterupsi lagi. Namun, kebangkitan Yesus membalikkan semua prediksi itu. Kebangkitan-Nya menjadi tanda awal dan penting bahwa
Allah menghancurkan kematian sebagai senjata pamungkas kejahatan, seperti yang
dikatakan Tom Wright dengan
sangat indah: “Death is the final weapon of the tyrant, or,
for that matter for the anarchist, and resurrection indicates that
this weapon doesn’t have the last word.” Kebangkitan juga menjadi tanda
penting bahwa Allah sedang berurusan dan menantang semua kekuatan dan kuasa
dunia ini yang merasa lebih tahu untuk membarui dunia
ciptaan-Nya ini. Kebangkitan Yesus bukan hanya berita rohani samata,
tetapi juga sekaligus tindakan
politis Allah yang memberitakan pengharapan
dan pembebasan kepada yang tertindas, kaum marginal, yang tersisihkan dan terdepak dari realitas sosial, sekaligus menantang semua
bentuk penjajahan yang dilakukan orang-orang yang merasa berhak menguasai dan
mengatur manusia kepunyaan Allah. Bahwa Allah yang kaya dan mahakuasa mengambil diri dalam bentuk
manusia yang miskin dan papa. Allah mau menjadi model keterlibatan dan
keberpihakkan terhadap mereka yang tersisihkan dan terdepak dari realitas
sosial.
Perayaan Paskah: Suatu
Perayaan Keselamatan Sekaligus Politik?
Perayaan Paskah Yesus Kristus adalah suatu
peristiwa yang bersifat teologis sekaligus politis. Karena itu Paskah berarti
tindakan politis Allah dalam sejarah umat manusia. Melalui peristiwa Paskah inilah Allah menerobos
belenggu-belenggu perbudakan dan kematian sosial seperti nyata dalam sistem dan
struktur sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama yang tidak adil sehingga meng-dehumanisasi-kan manusia. Sebuah sistem yang
membelenggu dan memasung kemerdekaan manusia dari kekejaman sesamanya yang
menyebut diri kaum berkuasa. Dalam proses
dehumanisasi itulah manusia kehilangan harkat dan martabatnya sebagai gambaran Allah yang hidup (imago Dei; bdk. Kej. 1:26-27).
Dalam tataran ini mau menunjukkan bahwa manusia tidak dapat diperlakukan hanya
sebagai alat untuk kepentingan ekonomi, politik budaya dan agama kaum penguasa.
Allah yang menciptakan manusia seturut citra-Nya itu tidak membiarkan manusia menjadi
serigala terhadap sesama manusia yang lain. Karena itu, Allah lantas mengambil insiatif dengan
menerobos masuk ke dalam sejarah manusia yang sedang dikendalikan oleh
kuasa-kuasa dehumanisasi seperti sistem ekonomi, politik budaya dan agama yang
tidak adil dan eksploitatif. Melalui Paskah, Allah membongkar kedok kekuasaan yang hanya
memperalat rakyat demi kepentingan politik kaum penguasa.
Paskah menjadi berita yang
membangkitkan kesadaran-kritis dan harga diri mereka yang miskin dan
dimarginalisasai oleh kekuatan –kekuasaan yang bersifat menindas dan
eksploitatif. Berita Paskah Kristus adalah berita yang memberdayakan dengan
jalan menumbuhkan kesadaran kritis untuk menyadari sistem ekonomi dan politik
yang menindas dan
eksploitatif yang menyembunyikan diri dalam bentuk kesalehan iman ritualistik
dan kesopanan-kultural-formalistik. Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus
adalah tindakan politis pemberdayaan Allah, yaitu Allah mengorientasikan
siapapun yang menghayati tindakan politis pemberdayaan-Nya itu ke masa depan, ke Kerajaan-Nya yang
akan digenapkan pada akhir zaman dengan jalan mulai menikmati secara
antisipatif tanda-tanda Kerajaan-Nya yang eskatologis itu dalam kehidupan
sehari-hari, di dunia ini. Maka dari itu, seharusnya keyakinan teologis-politis
ini dapat menjadi inspirasi pemberdayaan bagi rakyat miskin dan kaum tertindas di bumi Matahari
Terbit ini. Dan Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus adalah manifestasi
politik pemberdayaan Allah! Yaitu: politik yang membebaskan dan bukan politik yang memperdaya serta mengeksploitasi manusia demi kepentingan segelintir orang di atas
penderitaan orang lain.
Paskah Adalah Manifestasi
Allah Yang Membebaskan
Peristiwa penyelamatan Allah
berpuncak pada Allah yang berinkarnasi: Allah yang mengambil rupa dalam wujud
manusia. Allah yang terlibat dan hadir secara langsung dalam realitas konkrit
manusia. Manifestasi Allah ini merupakan intervensi Allah atas manusia karena
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kehadiran Yesus dalam realitas dunia merupakan suatu
bentuk keterlibatan yang membebaskan. Keberpihakkan Allah dengan mereka yang tersisihkan, kaum
marginal dan kaum miskin merupakan suatu keterlibatan dalam realitas politik
praksis. Manifestasi politik Yesus harus dipahami dalam kacamata spiritual, bahwa Allah
terlibat dengan mereka yang terlupakan, kaum pinggiran yang suara mereka
terkadang tidak didengarkan oleh para penguasa dunia. Proses terlibatnya Allah
dalam realitas hidup manusia harus dipahami sebagai suatu keberpihakan yang
membebaskan. Kehadiran Yesus sebagai Raja tidak harus dipahami secara lahiriah
jasmaniah semata, tetapi inkarnasi Allah menjadi manusia harus dilihat dalam
perspektif iman, bahwa Allah mau terlibat dan mengaspirasikan suara kaum
tertindas serta mengguncang keamaman politik kaum elitis yang merasa nyaman
dalam momok keegoisan dan ketamakkan mereka.
Untuk menelisik secara lebih
dalam bentuk politik praksis Yesus, kita harus memahami dalam konteks Kerajaan
Allah yang diwartakan oleh Yesus sendiri. Yesus tidak mengajarkan negara dalam
arti sekuler, tetapi mengajarkan model kerajaan Allah secara rohaniah. Konsep kerajaan Allah
yang diwartakan Yesus adalah bahwa, di depan Allah semua manusia adalah
sederajat dan sehakekat. Karena manusia merupakan gambaran Allah yang menyata (imago
Dei), sehingga pelecehan atas martabat manusia merupakan suatu pengaburan
wajah Allah yang hadir dalam rupa manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa,
realitas politik yang sedang hingar-bingar di bumi Matahari Terbit ini masih
jauh dari cita-cita perjuangan menuju kesejahteraan masyarakat. Perhelatan
politik masih berdampak pada sekelompok orang tertentu saja, politik yang
dijalankan seakan-akan demi kepentingan pribadi dan
kepentingan kelompok sepihak semata. Idealisme dari politik kesejahteraan
universal masih jauh dari perealisasiannya. Masyarakat hanya mengunyah
kehampaan dari wacana-wacana yang dijanjikan oleh kaum elitis maupun para
politisi bangsa ini.
Maka, kehadiran Yesus sebagai sang mesias bukan
hanya berperan sebagai sang pembebas, tetapi sekaligus juga sebagai pembawa
kebenaran sejati. Sebab Ia mengajarkan apa yang benar dan sedianya diidealkan
oleh banyak orang. Ia mewartakan kabar keselamatan yang tidak hanya
menyelamatkan manusia dari dosa dan kegelapan maut tetapi juga membebaskan
manusia dari keterbelengguan manusia dari kaum penindas dan penguasa yang
bertindak dengan tangan besi. Meskipun ada pemisahan yang jelas antara Kerajaan
Allah dan kerajaan kaum penguasa duniawi, tetapi keduanya secara esensial
adalah saling melengapi antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam arti bahwa,
Yesus menghendaki agar penghormatan terhadap dua sistem pemerintahan itu
penting, keduanya harus saling mengasalkan agar tercapainya kesejahteraan
masyarakat sekaligus juga terciptanya tatanan hidup moral yang baik dari warga
masyarakat sebagai kaum beriman yang hidup dalam suatu tatanan negara.
Kesesuaian antara iman dan praksis hendaknya berjalan beriringan, iman harus
diungkapkan dalam perbuatan konkrit manusia. Sebagai negara yang
bermayoritaskan Katolik, hendaknya perhelatan politik para elitis yang notabene
beriman Katolik diharuskan untuk mengikuti politik Yesus, yaitu politik
keberpihakkan terhadap kaum miskin, berpihak kepada mereka yang tersisihkan
dari kehidupan sosial masyarakat yang dikarenakan keangkuhan dan ketamakkan
dari segelintir orang yang hidup foya-foya di atas penderitaan orang lain.
Keterlibatan Allah dalam
realitas hidup manusia bukan hanya semata-mata untuk menghadirkan Allah yang
jauh ke tengah-tengah dunia, tetapi keterlibatan Allah merupakan suatu
keberpihakkan yang mau menyadarkan orang akan eksistensi hidupnya sebagai
makhluk sosial maupun makhluk beragama. Keterlibatan Allah dalam kehidupan
manusia bukan hanya demi kehidupan spiritual saja, tetapi lebih pada realitas
konkrit manusia; yaitu tindakan konkret Allah yang berusaha untuk mengubah dan
memperbaiki manusia dengan jalan mengubah kondisi badaniah manusia: mengubah
kondisi sosial, ekonomi, dan politik manusia. Kita dipanggil untuk kritis dan
berani menggugat ketidakadilan dan kejahatan sebagaimana teladan yang telah
ditunjukkan oleh Yesus Kristus. Kekritisan dan keberanian Yesus itu berakar dalam iman-Nya
kepada Allah, hingga Ia tak pernah mendewakan atau mengkeramatkan penguasa,
ideologi serta struktur sosial manapun, melainkan senantiasa berani menggugat
apapun juga atas nama Suara Allah yang berkumandang dari balik penderitaan
manusia. Seperti para nabi Perjanjian Lama, kapribadian Yesus pun sangat kuat
ditandai oleh “a
sensitivity to evil and suffering “ hingga Ia pun berani memperjuangkan
nasib para korban melawan kebutaan, kedegilan hati, dan ketegaran hati para pemimpin dan penguasa.
Sepanjang hidup-Nya dalam
mewartakan Kerajaan Allah, Yesus selalu menuntut pertobatan (metanoia): suatu perubahan dari manusia lama menuju manusia
baru. Suatu pengtransformasian diri menjadi manusia yang memperjuangkan
kebenaran sejati anak-anak Allah. Metanoia disini harus dipahami sebagai suatu perubahan
dari kedosaan manusia menuju pertobatan batin, pembalikan diri menuju manusia
yang bebas dari kungkungan dosa dan kejahatan. Melalui metanoia manusia
dilahirkan menjadi anak-anak Terang, Anak-anak Allah yang selalu membawa Terang
dan pengharapan bagi kaum tertindas dan yang tersisihkan. Klimaks perjalanan
metanoia diri adalah Paskah yang memberikan kehidupan baru yang ditandai dengan kebangkitan bersama Yesus Kristus. Jika dikaitkan dengan realitas berpolitik, bangsa Lorosa’e ini membutuhkan pertobatan politik.
Pertobatan politik yang ditandai dengan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
pembaharuan dalam penataan sistem pemerintahan dan perpolitikan itu sendiri. Pertobatan diri hendaknya
dimulai dari para elitis dan politisi bangsa ini yang masih memperjuangkan
kepenting diri sendiri atau kelompok tertentu, bahwa tugas dan dedikasinya
adalah demi kesejahteraan bersama seluruh masyarakat Timor Leste, sehingga
tidak ada alasan pengabdian dan pelayanan seolah-olah hanya demi kepentingan persona dan kelompok-kelompok tertentu saja.
Paskah Adalah Suatu Keberpihakkan Allah
Dalam perspektif kepercayaan
iman kristiani, wafat dan kebangkitan Kristus tidak hanya sekadar mengenang
romantisme hidup religius dan historisitas Yesus 2.000 tahun silam. Esensi Paskah yang identik dengan
salib adalah perjuangan untuk mengusahakan kesejahteraan umum. Politik hendaknya tidak mengeksploitasi manusia serta menjadikan manusia yang lain sebagai sarana
semata. Oleh karena itu, dedikasi secara total dalam pengabdian sangat dibutuhkan oleh kita karena ini
adalah bagian dari memanggul salib Kristus. Jika orang masih mementingkan diri
sendiri, berarti dia belum berani memanggul salib. Dia cenderung berani
mengambil jalan pintas dengan cara mengorbankan orang lain. Perilaku korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) adalah contohnya. Kiranya inilah saat yang tepat
bagi umat kristiani untuk mewujudkan perubahan itu di dalam sikap pertobatan,
yaitu pembalikan atau perubahan secara menyeluruh dari perilaku lama, menuju ke
sikap hidup yang baru sehingga sungguh-sungguh terjadi perubahan, bukan saja di
dalam diri sendiri melainkan juga di dalam masyarakat. Suatu perubahan menuju
keberpihakkan akan sesama yang lain, keberpihakkan yang tidak mengeksploitasi
harkat dan martabat manusia, yaitu keberpihakkan yang membebaskan kaum
tertindas, kaum miskin dan yang tersisihkan dari realitas sosial dan
ketakberdayaannya.
Paskah merupakan saat-saat indah dalam kehidupan iman
Kristiani, yakni Kristus menampakkan kemuliaan. Semangat melayani yang menjadi
bagian dari rangkaian pesan Yesus menjelang kematian merupakan bukti bahwa
membasmi ketidakadilan dan kemiskinan di dunia ini perlu dilakukan dalam
semangat melayani dan rendah hati dalam menjalankan peran masing-masing
manusia. Realitas perpolitikan bangsa Timor Leste dewasa ini menunjukkan bahwa, partisipasi politik masyarakat menjadi salah satu cara
untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya mewujudkan
demokrasi dan kesejahteraan ekonomi dalam masyarakat setidaknya membutuhkan
legitimasi dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan. Berita kebangkitan bukan
hanya berita rohani. Berita
kebangkitan Kristus adalah berita politik yang memberitakan pembebasan kepada
yang tertindas dan terjajah, sekaligus menantang semua bentuk penjajahan yang
dilakukan orang-orang yang merasa berhak menguasai dan mengatur manusia
kepunyaan Allah.
Pada akhirnya berita
kebangkitan adalah berita kontroversial yang menantang setiap orang yang
percaya kepada-Nya untuk berani bertindak dan berani bersikap. Berita Paskah
Kristus yang menggemakan bahwa ada pengharapan akan pembebasan Allah untuk
dunia ini. Melalui Paskah semua warga, termasuk elitis dan politisi bangsa ini
diundang untuk mengalami metanoia diri; perubahan menuju pertobatan diri dalam
dedikasi dan pelayanan yang tulus serta berpijak para prinsip kebenaran dan
keadilan, sebagaimana yang diwartakan Yesus, bahwa menjadi pemimpin adalah
suatu panggilan pelayanan dan keberpihakkan kepada masyarakat demi tercapainya
cita-cita Bonum Commune dan Summum Bonum. Sebagai bangsa yang
menjunjung tinggi demokrasi, maka sudah saatnya Negara yang dijuluki Negeri
Matahari Terbit ini menanggalkan manusia lamanya, dengan berani dan bersedia
untuk bertobat dan beralih dari kedosaannya. Paskah Kristus adalah sebuah
paskah keberpihakkan, suatu perayaan politis yang mendobrak kemomokan dan
kebobrokan hidup yang mapan dan aman untuk beralih dan terlibat dalam realitas
kaum kecil, kaum yang tersisihkan dan mereka yang terdepak dari realitas sosial
masyarakat di tanah air tercinta ini. Harapan Paskah ialah semoga kita diubah dan mau untuk berubah dalam
memperjuangkan kebenaran serta menegakkan keadilan demi kesejahteraan warga
masyarakat Timor Leste.
---oo0oo---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar